Mega-Berita.com   Perlakuan chulas dan ingin menghalalkan hak orang lain dengan
  cara menyerobot lahan tanah peninggalan Nenek Moyang seseorang Bisa dipastikan
  akan menimbulkan perlawanan dari pemilik berhak atas tanah tersebut bayangkan
  saja  jika tanah peninggalan (Tanah waris red) Yang mempunyai luas
  belasan ribu meter persegi yang telah bertahun lamanya diwariskan pada ahli
  waris tiba-tiba diserobot oleh pelaku yang disinyalir Mafia tanah Pontianak,
  tidak mungkin begitu saja akan merelakan tanahnya dicaplok secara brutal oleh
  Perusahaan ataupun Perorangan tanpa adanya kejelasan dan fakta nyata .
  Menimbulkan berbagai macam pertanyaan, yang menyimpulkan telah terjadi Anomali
  pada Masyarakat yang dirugikan terutama dari pihak ahli waris pemilik tanah
  tersebut.
  Perlakuan pencaplokan tanah waris warga tersebut kini tengah dialami 
  oleh ahli waris dari Kure Bin Kurek sebanyak 48 orang
  Kami saat ini berjuang  untuk mempertahankan tanah warisan saya ucap
  salah satu ahli waris yang namanya enggan untuk di timbulkan saat ini mengapa?
  Untuk menghindari kejadian yang tak diinginkan selama proses tuntutan kami
  berjalan ungkapnya
  Tanah Pusaka warisan peninggalan nenek-moyang para ahli waris seluas 17.784 M2
  yang terletak di Kelurahan Sungai Beliung, Pontianak Barat, dan jelas telah
  dicaplok dengan cara diserobot oleh PT Bumi Raya Utama (BRU) dengan Beberapa
  kuasa hukum bayaran mereka.
  Hal ini berujung pada penggusuran tanah milik 48 ahli waris Kure bin Kurek,
  setelah BRU dinyatakan menang secara sepihak oleh putusan pengadilan yang
  jelas telah terjadinya Anomali pada para pewaris yang sah atas tanah tersebut.
  Ismail salah satu ahli waris menuturkan silsilah tanah tersebut yang nyata
  telah digarap moyang saya sejak 1914. Dan setelah meninggalnya moyang saya
  tersebut  tanah seluas 17.784 meter telah  diwariskan kepada kelima
  anaknya termasuk saya (Ismail red).
  Lanjut Ismail dalam penuturannya "Kami mulai mengelola tanah tersebut sejak
  1960-an," kata Ismail, Kamis pagi (15/12) saat ditemui beberapa wartawan 
  Dan diatas tanah warisan kami telah lama berdiri tiga unit rumah, yang tanpa
  malu perusahaan itu mengaku bahwa tanah moyang kami itu tanahnya. Sedangkan di
  atas tanah kami yang diserobot ada makam beberapa almarhum keluarga kami yang
  sudah puluhan tahun 
  Selain itu, juga terdapat tanaman perkebunan, seperti tebu, pinang, pisang dan
  sekitar 600 batang pohon kratom.
  Menurutnya, sejak diwariskan tanah tersebut tidak pernah ada masalah dan tidak
  pernah ada yang komplain karna bagi warga lama yang mengetahui asal usul
  moyang kami pasti tahu akan ke absahan  tanah waris kami 
  Namun, tahun 2014 tiba-tiba muncul orang suruhan yang kami tidak kenal siapa
  dia dan dari mana, masuk  ke lahan kami dan memagar tanah milik kami
  sebagai ahli waris yang sudah puluhan tahun telah diwariskan
  "Sontak perlakuan pemagaran tanah kami telah membuat kami terkejut, tidak
  pernah tahu siapa yang memagar. Mereka hanya memasang spanduk bertuliskan
  tanah milik PT BRU dari mana asal usulnya saja pihak BRU kalah lama dari surat
  menyurat dengan yang kami miliki jelas ini tidak benar dan terindikasi otak
  culas Mafia tanah,  Katanya punya sertifikat tapi kami tidak pernah
  melihat sertifikatnya," ucap Ismail dan diketahui bahwa sana-sini PT BRU
  merisaukan banyak warga tentang tanah. Apa kami warga melayu asli Pontianak
  tidak punya tanah begitu" ingat nenek moyang kami sedari jaman sebelum
  kemerdekaan sudah diam diatas tanah ini
  Perlu bukti kepemilikan tanah ini die sambil Ismail menunjukan surat kertas
  tua yang kami miliki sebagai  ahli waris adalah surat tanah bertuliskan
  arab melayu yang terbit pada 22 September 1914 masih belum puas pihak BRU
  berusaha merampok tanah kami"
  Berdasarkan surat tersebut kemudian diuruslah surat kepemilikan tanah yang
  dikeluarkan kelurahan. Setelah mendapat SKT, ahli waris lalu kami 
  bayarlah PBB nya sejak 2019 ucap Ismail.
  "Kemudian diajukan permohonan balik batas ke BPN Pontianak," tutur Ismail dan
  hasilnya mulus akurat tanpa kendala 
  Namun, ketika petugas melakukan pengukuran, ternyata di atas tanah milik kami
  sebagai ahli waris telah terbit sertifikat yang entah dari mana terbitnya
  secara brutal tanpa malu  mengakui dan  mengklaim tanah waris kami
  tersebut adalah miliknya (PT BRU).
  "Karena ada tumpang tindih, kami gugat perdata ke PN Pontianak, tapi kalah,
  banding kalah, bahkan kasasi putusannya kami kalah," ungkap Ismail ya
  bagaimana kami bisa menang Dimata hukum jika pencaplokan ini disinyalir
  Sindikat Mafia Tanah kelas berat 
  Lalu Ismail menjelaskan, dalam sidang di PN Pontianak, PT BRU mengaku jika
  tanah tersebut didapat setelah mereka membelinya dari siapa. Saat
  ditanya  dibeli dari siapa tidak ada yang tahu lucukan modus nya
  jelas 
  Jelas ada Anomali yang nyata terjadi jelas penyimpangan dari PT BRU pada
  masyarakat pewaris  Yakni dua ahli waris memberi tanda jempol di akte
  tersebut padahal kedua ahli waris tidak pernah menjual tanah tersebut ke pihak
  manapun.
  Kuasa hukum korban, DR. Marnaek Hasudungan Siagian, S.H., M.H., CLI
  mengatakan, kepemilikan tanah Kurek Bin Wak Alif didasari bukti surat
  transiliterasi kuat inkrah berbahasa Arab, 12 September 1914. Namun, persoalan
  muncul saat ahli waris hendak meningkatkan status tanah.
  "Ketika dilakukan pengukuran, timbullah sertifikat atas nama Thomas Agap Lim,"
  kata Marnaek Hasudungan Siagian.
  Berdasarkan keterangan yang ia dapat, SHM keluar didasari Akta Jual Beli atau
  AJB Nomor 273 tahun 1985.
  AJB tersebut diduga juga dipalsukan. Sebab, dua penggugat yang merupakan bibi
  Ismail, Nuriah dan Zubaidah melakukan penandatanganan yang  jelas tidak
  pernah kami lakukan  kami merasa tak pernah  menandatanganinya itu
  saja
  Keluarga kami ahli waris dari  Kurek Bin Wak Alif jelas tak terima akan
  perlakuan ini sampai manapun kami tetap berupaya untuk menggugat Thomas Agap
  Lim walupun ke Pengadilan Negeri Pontianak kami dinyatakan kalah.
Kami akan melakukan banding dan kasasi.
  Jika kami benar insya "Mereka akan kalah," ujarnya karna keluarga kami yakin
  akan kebesaran Allah bahwa yang benar tetap akan mendapat kemenangan.
  Marnaek menyebut, ada dugaan pemalsuan cap jempol dalam AJB (Akta Jual Beli
  red) tersebut. Untuk itulah, pihaknya bakal melakukan digital forensik.
  "Mumpung yang bersangkutan masih ada walau sudah sepuh," terangnya.
  Selain itu, Ismail juga jadi terpidana karena dilaporkan memasuki pekarangan,
  atau menyerobot lahan diatas tanah kakeknya sendiri. Akhirnya, dia diputus
  pengadilan secara tipiring dan menjadi terpidana.
  "Bagi kami sangat miris, ada orang di negeri ini menghuni tempatnya kemudian
  berdasarkan putusan pengadilan dia sudah diputus secara sepihak dan terjerat
  tipiring pula  faktanya saya sudah jadi terpidana," ungkapnya.
  Selain itu, dia juga mendapati keanehan lain. Yakni nomor sertifikat yang di
  coret dan gambar situasi yang berubah-ubah.
  "Ini penting berkordinasi BPN dasar pencoretan apa. Jangan sampai satu GS
  dipakai dua sertifikat. Makanya kami minta keterbukaan dari BPN Kalbar, secara
  jelas tanpa berpihak tandasnya.
  Untuk diketahui, sebelumnya pihak korban bersama kuasa hukumnya, pada Rabu
  (14/12) kemarin, telah mendatangi Kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kota
  Pontianak, untuk meminta keterangan dan penjelasan, serta meminta salinan SHM
  Nomor 2138/Sungai Jawi Luar tanggal 12 April 1984 berubah nomor karena
  Pemekaran Wilayah Kelurahan menjadi SHM Nomor 7248/Desa Sungai Beliung dan SHM
  Nomor 2137/Sei Jawi Luar berikut Warkahnya, yang kemudian menjadi Induk karena
  splitching menimbulkan SHM Nomor 3017/Sei Jawi Luar pada tanggal 26 Mei 1986,
  kemudian karena pemekaran wilayah kelurahan menjadi SHM Nomor 7248/7247/Desa
  Sungai Beliung berikut dengan warkah tanah yang menjadi dasar timbulnya
  masing-masing SHM tersebut.
  Saat itu, melalui kuasa hukumnya, telah diserahkan surat permohonan terkait
  hal tersebut, dengan nomor 63-PER/MHS&Co.LF/XII/2022, yang ditujukan
  langsung kepada Kepala BPN Kota Pontianak.
  Sampai berita ini diturunkan, masih belum ada jawaban secara tertulis dari
  pihak BPN, serta saat dikonfirmasi oleh awak media, pihaknya masih belum bisa
  memberikan keterangan resminya terkait hal tersebut 
(Rusman Haspian/budi).




