
Mega-Berita.com Mega-Berita.com Mega-Berita.com Mega-Berita.com Kapuas Hulu, - Pertama, penting untuk memahami apa yang dimaksud dengan IPERA. Iuran Pertambangan Rakyat merupakan bentuk gotong royong yang memungkinkan kelompok penambang rakyat untuk mempercepat pengerjaan Izin Pertambangan Rakyat (IPR). Model ini dirancang untuk mendukung penambang kecil dan menciptakan sistem yang lebih teratur dalam eksplorasi dan eksploitasi sumber daya alam. Namun, IPR sendiri adalah prasyarat untuk mendapatkan Iuran Pertambangan. Ini berarti bahwa tanpa adanya pengakuan resmi dari pemerintah, keberadaan IPERA menjadi dipertanyakan.
Dalam pernyataannya di Group Kapuas Hulu Semakin Hebat melalui akun Facebook pribadinya (24/09), Yessy Puspita Sari membantah tuduhan bahwa dirinya terlibat dalam pungutan liar oleh Raden Wijaya. Ia menegaskan bahwa tuduhan tersebut bersifat tidak berdasar. Melihat dari sudut pandangnya, Yessy berpendapat bahwa setiap langkah yang diambilnya adalah demi kepentingan bersama penambang rakyat.
Sementara itu, satu hal yang harus diperhatikan menurut data yang dipublikasikan oleh Yessy sendiri, status Kecamatan Suhaid sama sekali belum ditetapkan pemerintah sebagai Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR). Hal ini menimbulkan pertanyaan mengenai keabsahan program IPERA yang dikelola olehnya. Jika Kecamatan Suhaid belum memiliki pengakuan resmi, maka pelaksanaan pungutan dalam bentuk Iuran Pertambangan Rakyat (IPERA) bisa dianggap tidak sah. Dalam hal ini, potensi penyalahgunaan terhadap IPERA mungkin saja terjadi.
Selain itu kontroversi dalam penatalaksanaan sistem pertambangan kerap terjadi hal tersebut jelas berdampak negatif terhadap pengelolaan pertambangan lokal di Kecamatan Suhaid, banyak penambang kecil yang bergantung pada penghasilan mereka dari usaha ini yang selalu dihadapkan kepada dilema ketidakpastian.
Dalam perspektif yang lebih luas, tuduhan pungli ini juga mencerminkan tantangan yang lebih mendalam mengenai transparansi penarikan iuran kepada para pekerja tambang. Hal tersebut kerap menimbulkan ketidakpuasan yang berujung pada tuntutan reformasi terhadap kepengurusan dilapangan.
Oleh karena itu, perlu dicermati banyak pihak yang bersikap kritis dan selalu memantau aktivitas pertambangan lokal, Dalam hal ini, peran seperti Media LSM dan Aktivis Lingkungan bahkan seseorang yang mengaku sebagai Raden Wijaya dirasa cukup penting untuk mengekang potensi penyalahgunaan kekuasaan dan kepercayaan oleh pihak-pihak tertentu, terutama pihak yang terlibat sebagai pengurus dalam aktivitas tersebut.
Untuk itu, demi masa depan pengelolaan sumber daya alam di Kecamatan Suhaid dan wilayah-wilayah lain yang sejenis akan sangat bergantung pada bagaimana isu ini diselesaikan. Jika dugaan pungli dapat diselesaikan secara konstruktif, hal ini bisa menjadi contoh bagi praktik pengelolaan pertambangan yang lebih baik di masa mendatang. Namun, jika dibiarkan tanpa penyelesaian yang adil, kemungkinan akan timbul ketidakpuasan yang lebih besar.
Secara keseluruhan, tuduhan pungli adalah masalah yang kompleks dengan banyak dimensi. Melalui pemahaman yang lebih baik tentang IPERA, status Kecamatan Suhaid, dan peran masyarakat, kita dapat melihat perlunya upaya bersama untuk mencapai pengelolaan sumber daya yang berkelanjutan dan berkeadilan. Pada akhirnya, perdebatan yang terjadi, menyoroti pentingnya transparansi dan akuntabilitas dalam penarikan iuran kepada para pekerja tambang, demi kepentingan bersama.
Cecep Kamaruddin
Penulis