Iklan

Drama Kebohongan Publik Dilakukan LI BAPAN) Melalui Unggahan Video Hoaks di TikTok

mega-berita.com
Minggu, 10 Agustus 2025 | 19.55 WIB Last Updated 2025-08-10T12:55:39Z

Mega-Berita.com Mega-Berita.com Mega-Berita.com Mega-Berita.com Di sebuah panggung sandiwara digital yang penuh drama dan intrik, tirai dibuka. Sorot lampu benderang mengarah pada sosok "pahlawan" dengan jubah investigasi yang berkibar-kibar, bernama LI BAPAN.

Lembaga yang konon katanya mengemban tugas mulia sebagai penyelamat aset negara ini, seolah-olah baru saja menorehkan tinta emas dalam sejarah perlawanan terhadap korupsi.

Sebuah video TikTok dengan judul yang menggelegar, "LI BAPAN Kalbar Pergoki Mafia Tambang Negara Rugi 144 Triliyun Diduga milik AS dan dibacking oknum APH," menjadi poster utama yang dipajang di etalase jagat maya.

Sontak, jempol-jempol para netizen bergetar, mata mereka membelalak, dan emosi publik pun mendidih.

"144 triliun! Sebuah angka yang begitu seksi, begitu menggiurkan untuk diimajinasikan, dan begitu mudah untuk disulap menjadi kenyataan virtual."

Namun, seperti halnya setiap lakon sandiwara yang penuh tipu daya, kenyataan seringkali bersembunyi di balik riasan tebal.

Alih-alih pahlawan, LI BAPAN justru memerankan peran sebagai dalang dari sebuah hoaks yang memalukan.

Skenario yang mereka gubah begitu rapi, dengan alur yang mencekam dan tokoh antagonis yang dibingkai sedemikian rupa. Ada mafia tambang, ada oknum APH (Aparat Penegak Hukum), dan ada pula kerugian negara yang mencapai 144 triliun—semuanya diracik dalam satu wadah fitnah yang sempurna.

Ketika kita, para penonton setia, mencoba mencari tahu kebenaran di balik panggung, kita menemukan sebuah fakta yang telanjang dan ironis.

Pihak Antam (Aneka Tambang), yang namanya dicatut dalam drama ini, dengan tegas menyatakan bahwa mereka tidak pernah menyurati atau bahkan mengenal entitas bernama LI BAPAN.

Nama Muhamad Asril pun disebut, dan ia pun menjadi saksi bisu bahwa surat-menyurat fiktif tersebut adalah sebuah dusta. "Jelas ini informasi berita hoaks yang dibuat LI BAPAN selalu meresahkan masyarakat seluruh Indonesia," ujar seorang sumber yang memahami betul tabiat sang "pahlawan" fiktif ini.

Dengan dingin, ia mengingatkan kita bahwa ini bukanlah kali pertama LI BAPAN bermain-main dengan reputasi publik, dari Bupati Melawi hingga Gubernur Kalimantan Barat, nama-nama terhormat telah menjadi korban dari narasi-narasi palsu mereka.

Ketika Kebohongan Lebih Populer dari Kebenaran

Di zaman yang serba digital ini, informasi mengalir deras layaknya air bah. Ia tak lagi mengenal batas, tak lagi punya sekat.

Satu ketukan jari bisa mengirimkan pesan ke ujung dunia, dan satu klik bisa melahirkan kebenaran atau bahkan kebohongan massal.

Sayangnya, banyak dari kita yang masih belum memiliki perisai diri yang kokoh untuk membedakan mana berita yang benar dan mana yang palsu.

Kita terlalu mudah terbuai oleh judul-judul provokatif, oleh bumbu-bumbu fanatisme, dan oleh narasi-narasi yang seolah-olah membela "pihak yang tertindas".

Kita lupa, bahwa di balik setiap narasi yang indah dan heroik, bisa saja ada niat jahat yang sedang bersembunyi.

Sebut saja ciri-ciri hoaks, yang seolah-olah menjadi kompas kita di lautan informasi yang ganas ini. Menurut Henry Subiakto, seorang guru besar ilmu komunikasi yang bijak, hoaks selalu punya pola yang sama.

Ia lahir dari sumber yang tidak jelas, pesannya selalu sepihak, seringkali mencatut nama-nama tokoh besar untuk meraih legitimasi semu, dan dengan sengaja memanfaatkan fanatisme ideologi atau agama.

Judulnya selalu dibuat menggugah amarah, namun isinya seringkali kosong melompong. Dan yang paling parah, ia selalu meminta kita untuk menyebarkannya, seolah-olah kita adalah bagian dari sebuah gerakan heroik yang suci.

LI BAPAN, dengan video TikTok-nya, telah memenuhi semua kriteria tersebut. Mereka mencatut nama besar Antam dan oknum APH, mereka menyisipkan bumbu-bumbu "kerugian negara 144 triliun" yang sensasional, dan mereka membiarkan publik terbawa arus amarah yang fiktif.

Mereka seolah-olah sedang menyanyikan senandung duka di era digital, sebuah melodi yang membuat kita menari di atas panggung kebodohan, sementara sang dalang tertawa di balik layar.

Kerugian yang Nyata, Luka yang Abadi: Dampak Hoaks dan Jerat Hukum yang Menanti Meski ceritanya fiktif dan angkanya hanyalah fantasi, dampak dari berita hoaks ini sungguh nyata.

Di balik setiap hoaks, ada sebuah tujuan yang tersembunyi. Seringkali, tujuannya adalah keuntungan pribadi si pembuat berita, entah itu dalam bentuk atensi, klik, atau bahkan hal-hal yang lebih licik.

Namun, lebih dari itu, hoaks ini menimbulkan luka yang abadi di tengah masyarakat. Ia menciptakan perselisihan, menyebarkan kebencian, dan dalam kasus-kasus ekstrem, bahkan bisa menjadi pemicu kehancuran sebuah bangsa.

Fitnah yang disebarkan oleh LI BAPAN, misalnya, tak hanya merusak reputasi Antam dan Muhamad Asril, tapi juga menciptakan kecurigaan publik terhadap instansi dan tokoh-tokoh yang tidak bersalah.

Kepercayaan publik yang rapuh terhadap institusi negara semakin terkikis, dan jurang perpecahan di antara masyarakat pun semakin melebar.

Kita lupa, bahwa di setiap berita yang kita sebarkan, ada tanggung jawab moral yang harus kita pikul.

Di sinilah Undang-Undang ITE Nomor 19 Tahun 2016 hadir, sebagai malaikat maut yang menanti para pembuat kebohongan.

Dalam Pasal 45, dijelaskan dengan gamblang bahwa setiap orang yang dengan sengaja menyebarkan berita bohong, menyesatkan, atau bahkan menimbulkan permusuhan berdasarkan suku, agama, ras, dan antargolongan, dapat dijerat dengan pidana penjara hingga 6 tahun dan denda hingga 1 miliar rupiah.

Hukuman ini bukan sekadar ancaman kosong, melainkan sebuah peringatan keras bagi siapa pun yang berniat mengotori jagat digital dengan kebohongan.

LI BAPAN, dengan lakonnya yang penuh tipu daya, seolah-olah telah menantang hukum itu sendiri. Mereka mengira panggung digital adalah ruang hampa hukum, di mana kebebasan berpendapat bisa disalahgunakan untuk menyebarkan kebencian dan fitnah. Namun, di balik topeng investigasi dan jubah "pahlawan" mereka, ada sebuah fakta yang tak bisa disembunyikan: bahwa setiap kebohongan pasti akan menemukan akhir yang tragis.

Dan akhir dari sandiwara ini bukanlah tepuk tangan dari penonton, melainkan jeruji besi yang dingin dan denda yang tak terperi.

Kisah LI BAPAN ini adalah sebuah pengingat bagi kita semua. Di era di mana setiap orang bisa menjadi "jurnalis" dadakan, kita dituntut untuk menjadi pembaca yang lebih kritis. Jangan mudah tergiur oleh judul yang bombastis, jangan mudah terbuai oleh narasi yang provokatif. Selalu cek fakta, verifikasi sumber, dan jangan pernah ragu untuk bertanya.

Sebab, di tangan kita, di ujung jari kita, terbentang dua pilihan: menyebarkan kebohongan yang bisa menghancurkan, atau menyebarkan kebenaran yang bisa membangun. Pilihlah dengan bijak, karena di era digital ini, setiap pilihan kita akan menciptakan sejarah.

Ini drama kebohongan publik yang dilakukan oleh Lembaga Investigasi Badan Advokasi Penyelamat Aset Negara (LI BAPAN) melalui unggahan video hoaks di TikTok.

Komentar
komentar yang tampil sepenuhnya tanggung jawab komentator seperti yang diatur UU ITE
  • Drama Kebohongan Publik Dilakukan LI BAPAN) Melalui Unggahan Video Hoaks di TikTok