
Mega-Berita.com Konflik lahan antara PT Cahaya Unggul Prima (PT CUP) dan masyarakat di Dusun Banjor serta Tanjung Semuntik telah memasuki fase yang semakin meruncing. Persoalan ini muncul akibat klaim sepihak perusahaan atas tanah yang selama ini digarap oleh masyarakat secara turun-temurun. Klaim yang dianggap tidak sah dan tidak adil ini telah memicu ketegangan antara masyarakat dan pihak PT CUP, membuat bentrokan antara kepentingan ekonomi perusahaan dan hak-hak masyarakat lokal menjadi tak terhindarkan.
Awal mula konflik ini terletak pada penerbitan Hak Guna Usaha (HGU) oleh PT CUP atas lahan yang dianggap milik masyarakat. Dalam paparan Petrus Gan, seorang tokoh masyarakat dan mantan Kepala Desa Baong Sengatap, jelas terlihat bahwa ketidakpastian serta lambatnya penyelesaian konflik oleh aparat penegak hukum dan pemerintah daerah menjadi penyebab utama perlunya tindakan tegas dari masyarakat. Dengan tidak adanya kejelasan dari instansi terkait, warga merasa terdesak dan hak-haknya diabaikan, yang berujung pada aksi pemasangan portal di area yang disengketakan.
Salah satu pokok permasalahan adalah bahwa masyarakat setempat telah menggarap tanah tersebut sejak lama, dan mereka memiliki berbagai bukti sosial berupa rumah, kebun, dan pemakaman di lahan tersebut. Hak kepemilikan yang telah dimiliki secara turun-temurun ini seharusnya dipertimbangkan dalam penyelesaian konflik. Namun, pihak PT CUP menjalankan klaim sepihak yang berdampak pada hilangnya rasa aman bagi masyarakat yang menggantungkan kehidupan mereka pada lahan tersebut. Lamanya penyelesaian konflik ini menunjukkan lemahnya penegakan hukum dan perlindungan hak atas tanah, yang sering kali dihadapi masyarakat lokal ketika menghadapi perusahaan besar.
Implikasi dari konflik ini tidak hanya terbatas pada hubungan antara PT CUP dan masyarakat setempat. Masalah ini menimbulkan ketidakpastian yang dapat mengancam mata pencaharian warga, yang sebagian besar bergantung pada sektor pertanian. Ketegangan yang berkepanjangan juga berpotensi menimbulkan perpecahan dalam komunitas, merusak ikatan sosial yang telah terjalin selama bertahun-tahun. Selain itu, bagi PT CUP, dampak jangka panjang dari konflik ini dapat menghambat potensi pertumbuhan bisnis serta menciptakan citra buruk di mata publik. Reaksi negatif dari masyarakat, seperti protes dan demonstrasi, dapat mengurangi kepercayaan investor dan menggangu aktivitas operasional di lapangan.
Oleh karena itu, diperlukan solusi konstruktif dan inklusif untuk mengatasi konflik ini demi kepentingan semua pihak. Pemerintah dan aparat penegak hukum harus proaktif dalam menengahi perseteruan ini, serta menciptakan dialog antara PT CUP dan masyarakat. Langkah-langkah yang melibatkan pemangku kepentingan dan melindungi hak masyarakat harus diutamakan untuk menemukan jalan keluar yang adil dan berkesinambungan.
Dalam kesimpulan, konflik lahan antara PT Cahaya Unggul Prima dan masyarakat di Dusun Banjor serta Tanjung Semuntik mencerminkan tantangan yang signifikan dalam pengelolaan sumber daya alam di Indonesia. Ketidakpuasan masyarakat terhadap klaim sepihak perusahaan menekankan pentingnya perlindungan hak atas tanah dan hukum yang adil. Dengan adanya tindakan tegas dari pemerintah dan penegak hukum, potensi konflik dapat diminimalisir, sehingga kesejahteraan semua pihak dapat tercapai.
Cecep Kamarudin
Penulis